Bab 1
CAT AIR, KE MUARA TERUS MENGALIR
Oleh: Agus Dermawan T.
Lika-liku cat air
Seorang pelukis memandang jauh pesisir pantai Kusamba, Bali. Pasir yang kelabu seolah difahami partikel-partikelnya. Pertemuan laut dan daratan yang dihiasi jilatan air disimak benar nuansanya. Langit dengan mendung menggantung di atasnya dihayati sebagai atmosfir yang memberikan suasana. D.in perahu itu, yang baru saja berlabuh, ditatap bagai ikan hiu yang siap istirahat di tanah landai.
Lalu diambilnya beberapa tube cat air, dan dikeluarkan isinya ke sisi-sisi palet yang bersih. Dicelupkan kuasnya ke air yang bening. Kemudian dengan ringan kuas itu disentuhkan ke
dalam cat, dan dibimbing ke atas kertas yang terhampar di sebuah meja kecil. Kemudian, lihat, warna di ujung kuas itu merebak di atas kertas, membentuk biasan cahaya, dengan efek-efek estetik yang tak terduga. Sejenak kemudian pelukis itu mengambil warna lain, membenamkan kuasnya ke dalam air, dan membasuhkan ke atas kertas. Pada menit yang selanjutnya dengan penuh kehati-hatian ia menorehkan ujung kuasnya, menorehkan aksen-aksen warna. Mungkin mempertegas bentuk agar sampai kepada presisi. Mungkin
mengaburkan bagian-bagian tertentu sehingga yang termunculkan hanya impresi. Sebelum senja turun, lukisan itu pun jadi
Saya selalu menganggap penciptaan seni lukis cat air sebagai penciptaan sebuah puisi. Karena itu saya melihat obyek lukisan bukan dari realitas wadagnya, tetapi suasana yang membentuknya. Lantaran suasana itulah yang menjadikan obyek menjadi bermakna dan ada. Itu sebabnya da lam lukisan cat air saya, yang tergambar mungkin angin, mungkin suara. Pasir, batu, perahu atau mega-mega di sana hanyalah penghantar hakikat dari segala yang saya lihat," kata pelukis itu.
Lukisan cat air selama ratusan tahun memang sering diasosiasikan sebagai puisi rupa. Mungkin ada yang bertanya, apa sesungguhnya yang menyebabkan lukisan cat air menjadi puitis. Adakah lantaran sifat babannya, yang mengajakseorang pelukis bekerja berhati-hati, meditatif, selektif, dan bahkan esensial? Atau karena sifat warnanya, yang sebagian besarnya menyimpan efektransparan, dasar-dasar kebeningan, nuansa-nuansa kejernihan, yangsemuanya menyarankan keheningan? Atau karena konvensi ukurannya yang mengajak pelukis untuk bekerja di atas bidang tidak besar, sehingga menuntun para pelukis untuk bisa berhadapan langsung dengan obyek alam, yang di mana-mana esensinya memang puitis?
Tiga jawaban di atas mungkin semuanya benar. Namun perjalanan waktu diam-diam memberikan ketegasan bahwa konvensi ukuran, yang lalu berkait dengan aneka hubungannya dengan alam, menjadi faktor utama yang menyebabkan lukisan cat air menjadi karya yang memiliki unsur puitika. Dan sejarah punya arsip bahwa konvensi ukuran lukisan cat air, dalam wacana seni lukis modern, diberangkatkan dari tradisi easel painting, atau seni lukis easel.
"Pada era klasikisme dan neo klasikisme yang lebih menyarankan pelukis untuk berkarya dalam ukuran serba besar, karya yang berukuran kecil seperti lukisan cat air memang tidak mendapat tern pat. Seni lukis berukuran kecil seperti cat air baru diperhatikan eksistensinya setelah munculnya easel painting. Dengan begitu, kemunculan seni lukis easel adalah momentum seni lukis cat air untuk bangkit dan diapresiasi banyak orang," ujar Rusli (1912-2005), pemikir seni anggota Akademi Jakarta, pelukis yang sangat antusias menggunakan cat air.
bersambung,...
Read more...